Dalam Sujud, Air Mata Menetes di Taman Surga Raudah
Dream - Ribuan orang berduyun dengan langkah cepat. Malam yang makin larut tak menyurutkan jemaah pria dan wanita bergerak menuju masjid. Malam itu, waktu azan isya telah memanggil. Semua berjalan tergesa-gesa.
BACA JUGA: Makam Nabi Muhammad,adab dan ziarah
Bergerak menuju Masjid Nabawi, kami tim Media Trip Umroh Scoot dan Zamzam Wisata turut dalam rombongan jemaah sholat magrib itu. Tiap kali menyusuri jalanan menuju masjid, perasaan tak pernah berubah. Ada antusiasme menjalani sholat berjamaah.
Di depan gerbang besar masjid berdiri sebuah tugu berdiri.Tingginya hampir 5 meter. Pagar besi hitam mengelilingi tugu itu. Di siang hari, ratusan merpati biasanya bergerombol di dalam dan luar tugu. Mematok lantai berasal seperti tengah mencari makan.
Berjalan sedikit ke dalam gerbang, para wanita sudah bersiap membuat shaf sholat. Sebagian warga Asia Tengah. Terlihat dari raut wajah maupun busana mirip sari. Shaf wanita meminta cukup jauh dari masjid. Ada di sisi kanan dan kiri. Mereka sepertinya memilih jarak terdekat.
Di depan pintu utama masjid, dua bangku besar menempel dekat jendela masjid. Seorang askar, para penjaga masjid, dan pria berpakaian gamis khas Saudi biasanya duduk di bangku itu. Menjadi tempat bertanya atau sekadar memberi tahu jemaah untuk melepas alas kaki.
Melewati pintu masjid, ornamen indah langit masjid Nabawi menyambut. Ribuan tiang berdiri di kanan dan kiri masjid. Di langit-langitnya penuh tulisan kaligrafi dengan corak dominan warna emas. Ribuan lampu hias menggantung di beberapa titik. Di ruang dalam ini, Lantai masjid sudah berkarpet. Kala sujud, tercium wangi khas karpet tersebut.
Malam itu kami putuskan untuk sholat di dalam masjid. Tapi ruangan paling depan sudah sesak. Jemaah lain datang lebih awal dari kami. Setelah menyelinap di antar jemaah yang bersila, kami berdiri di shaf tengah. Posisinya lurus dari gerbang kami masuk.
Malam kedua di masjid Nabawi memang terasa lebih ringan. Kami sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan di sekitar rumah Allah ini. Tahu gerbang keluar dan lokasi shaf sholat yang masih kosong. Beberapa kali sholat di masjid ini, rasa nyaman serasa tak pernah pudar. Malah makin menjadi.
Di malam hari Senin, 25 Februari 2019, kami sudah berniat menuju Taman Surga. Inilah nama untuk sebuah tempat bernama Raudah. Ada juga yang menulisnya dengan kata Rawdah atau Raudlah. Kami akan berkunjung usai sholat Isya. Waktu dimana jemaah pria dan wanita bisa berkunjung. Di jam itu pula waktu berkunjung ke Raudah lebih panjang.
Raudah menjadi tempat paling dituju kala jemaah menjalani umroh di Masjid Nabawi. Mengutip sebuah hadis yang diwriwayatkan Abdullan bin Zaid al-Maziini RA, Nabi SAW bersabda, Antara rumahku dan mimbarku adalah salah satu taman surga. Kemulian ini membuat jemaah yang menunaikan sholat fardu maupun sunnah dilanjutkan munajat kepada Allah SWT akan dikabulkan segala doanya.
Ruangan Raudthatul Jannah, nama lengkap dari Raudah, memang sedikit berbeda dibandingkan bagian lain dari Masjidil Haram. Karpet di tempat ini berwarna hijau. Tiang-tiangnya menggunakan ornamen yang lebih antik dibandingkan tiang masjid Nabawi yang lebih berarsitektur modern.
Luas ruangan Raudhah hanya 22 x 15 meter. Terbentang dari mimbar yang dulunya dipakai Nabi Muhammad berkhutbah hingga sisi paling pinggir makam Nabi. Dibandingkan luas Masjid Nabawi yang mencapai 100 ribu meter persegi, luas ruangan Raudhah tentu sangat kecil.
Komplek raudah berada di bawah sebuah kubah berwarna hijau. Sekitar 200 tahun silam, tepatnya pada 1818, kubah ini dibangun di masa kejayaan kesultaan Otoman di bawah Sultan Mahmud II.
Sang Sultan memerintahkan menggantikan kubah yang pernah dibuat dinasti Qa'itbay pada 1481. Hijau sengaja dipilih agar ruangan itu berbeda dari kubah di masjid Nabawi yang berwarna perak.
Proses pembangunan kubah hijau ini selesai 19 tahun kemudian dan bertahan hingga saat ini. Di tahun 2007, pemerintah Saudi dikabarkan berupaya mengganti warna kubah menjadi perak, sama seperti kubah lainnya. Namun rencana itu mendapat penolakan dari warga Madinah.
Kembali ke dalam ruang Masjid Nabawi, ratusan pilar berdiri kokoh. Ada 232 buah pilar yang menggantikan pilar yang semula dibangun dari pohon kurma di zaman Rasulullah.
Pada awal pembangunannya, hanya ada enam tiang di dalam Masjid Nabawi. Semuanya berada di Raudhah Syarifah yang luasnya cuma 144 meter persegi. Semua tiang itu memiliki sejarah dan masih berdiri sampai saat ini.
Dan enam pilar asli Raudah itu berada di depan kami. Usai menyusuri sisi pintu Masjid Nabawi, kami memasuki sebuah pintu yang mengarah ke Raudah. Bagian itu sama seperti ruang masjid lain. Namun sedikit antik. Beberapa jemaah bersila sambil membaca Quran.
Di depannya, ratusan orang tengah berbaris. Membagi kelompok dalam dua sekat ruangan. Inilah awal mula kami mulai mengantre. Meski sudah cukup larut, banyak jemaah memanfaatkan waktu usai Isya untuk datang ke Raudah. Padat namun tak seramai kala pagi hari usai sholat dhuha.
Dari kejauhan mimbar sebagai penanda areal Raudah terlihat. Berlapis emas dengan anak tangga untuk imam menyampaikan khutbah. Di masa kenabian, di tempat itulah Rasullah berkhutbah. Namun posisinya sudah berubah dari semula. Digeser mengikuti perluasan Nabawi.
Tak terasa badan kami dan jemaah pengantre lain saling beradu. Tak ada tempat untuk sekadar duduk. Kami harus berdiri menunggu giliran. Tak berapa lama, sisi sekat paling luar dibuka. Beberapa jemaah berlarian. Berharap mendapat antrean lebih pendek.
Kami yang tadinya berada di belakang, kini sudah masuk antrean tengah. Hanya beberapa langkah lagi kaki kami menginjak Taman Surga.
Kubuka lagi Quran melanjutkan bacaan. Hingga 15 menit kemudian, jemaah yang telah sampai di Raudah mulai selesai. Giliran para pengantre masuk ke tempat paling dirindukan tersebut.
Berada di barisan paling belakang, kaki kami sudah menginjak Taman Surga. Sesaknya jemaah membuat kami masih berdiri. Belum bisa menunaikan sholat sunnah. Bersabar menanti giliran. Askar yang melihat jemaah berdesakan mulai meminta jemaah sebelumnya meninggalkan Raudah.
Satu per satu jemaah mulai mengambil posisi. Tak luas, tapi cukup untuk mereka bersujud menunaikan sholat. Giliran itu pun menyapa kami.
'Allahu Akbar'. Takbir kuucapkan untuk menunaikan sholat sunnah. Dua rakaat sesuai anjuran ustaz pembimbing. Aroma wangi khas karpet begitu tercium saat kubersujud. Tak terasa air mata menetes. Merasakan kedamaian di tengah doa yang dipanjatkan di tempat paling mustajab di Masjid Nabawi. Doa itu untuk anak dan keluarga.
Usai salam, kami kembali berdiri. Menunaikan sholat sunnah lagi. Katanya, ini adalah cara agar kita bisa berlama-lama di Raudah. Namun hati memang belum puas jika hanya sholat satu kali. Dan perasaan itu tetap sama.
Ayat demi ayat yang kubacakan begitu damai. Hingga tangis kembali membasahi pipi kala bersujud.
Selama hampir 15 menit kami memuaskan diri di Taman Surga. Tak ingin beranjak dari tempat itu. Hingga seorang askar meminta berdiri. Memberi kesempatan untuk rombongan berikutnya yang juga ingin menunaikan sholat di Raudhah.
Doa terakhir kuucapkan di Raudhah. Sebelum memutuskan berdiri dan melanjutkan perjalanan kami bertemu manusia pilihan.
Tak jauh dari Raudhah, sebuah ruangan berhiaskan kaligrafi warna emas sudah di depan mata. Di sinilah terbaring seorang manusia yang dirindukan seluruh umatnya. Itulah makam Nabi Muhammad SAW. Bersanding dengan dua sahabatnya, Abu Bakar Shidiq dan Umar bin Khatab.
Lewat sebuah lubang, kuucapkan salam. Tak terlihat jelas makam Rasulullah dari lubang tersebut. Namun kehadiran Sang Junjungan terasa begitu dekat. Seolah diri ini sedang berada di hadapannya. Perasaan yang tak pernah terasa sebelumnya.
Malam itu hati bercampur aduk. Antara bahagia bisa berkunjung ke Taman Surga, Raudhah, dan sedih meninggalkan rumah Rasululllah.
Memang ada benarnya pesan setiap jemaah agar berusaha sebisa mungkin berkunjung ke Raudhah dan menunaikan sholat di sana. Ada kedamaian menyelusup dalam hati. Perasaan yang tak pernah hilang meski raga tak berada di sana.
(Artikel ini merupakan tulisan berseri Dream dalam perjalanan umroh ke Tanah Suci 23 Februari-3 Maret 2019. Terhitung hari ini, Dream akan menyajikan kisah-kisah perjalanan saat menjalanan panggilan haji kecil umroh. Labbaik Allahumma Umrotan)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Doa-doanya yang sederhana namun bermakna memiliki tujuan untuk mendapatkan keberkahan ketika ibadah di masjid.
Baca SelengkapnyaDalam hadis, kata ibu disebutkan sebanyak tiga kali yang menunjukkan bahwa kedudukan seorang ibu sangatlah mulia.
Baca SelengkapnyaSalah satu etika atau adab saat memasuki kamar mandi adalah dengan membaca doa.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dipercaya bahwa doa-doa yang dipanjatkan dengan tulus dan penuh kesadaran selama bulan Ramadhan akan lebih mudah dikabulkan oleh Allah SWT.
Baca SelengkapnyaSeperti yang kita ketahui, sholat tahajud adalah salah satu jenis sholat sunnah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam.
Baca SelengkapnyaDoa ini diyakini dapat melebur dosa-dosa yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun.
Baca SelengkapnyaIseng lagi ngumpul tapi nggak tahu mau ngapain? Coba beli dan isi waktu kosong weekend dengan lomba kupas kuaci. Siapa yang menang?
Baca SelengkapnyaDoa mengusir kecoa sering kali menjadi pilihan untuk menjaga kebersihan rumah dari serangan kecoa tanpa harus bergantung pada bahan kimia yang berbahaya.
Baca SelengkapnyaMembaca doa tobat pengakuan dosa dalam Islam adalah salah satu upaya untuk memohon ampunan dari Allah SWT.
Baca SelengkapnyaSemangat beribadah semakin menurun tatkala banyak godaan duniawi yang lebih menggiurkan.
Baca Selengkapnya